DetikSR.id Jakarta – Hari ini, 3 Juli 2025, kita memperingati 103 tahun berdirinya Perguruan Tamansiswa—sebuah tonggak sejarah pendidikan nasional yang dilahirkan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara.
Taman siswa tidak lahir dari kekuasaan, tapi dari kesadaran. Ia adalah bentuk perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan sosial, sebuah ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa dengan nilai-nilai luhur kebudayaan dan kemerdekaan berpikir.
Tamansiswa dibangun di atas pondasi nilai kebangsaan dan keberpihakan pada rakyat kecil. Maka, dalam konteks hari ini, nilai-nilai tersebut harus diterjemahkan secara nyata dalam sikap dan arah gerakan kelembagaan maupun struktural Tamansiswa.
Tidak boleh ada pembelokan arah yang menjauh dari cita-cita awal: mencetak manusia merdeka yang berbakti kepada bangsa, bukan kepada kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam momentum ulang tahun ini, kami dari Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia menyampaikan:
“Selamat Ulang Tahun Taman Siswa ke-103. Semoga cita-cita luhur Ki Hadjar Dewantara terus menyala dan membimbing bangsa ini menuju kemerdekaan sejati: merdeka berpikir, merdeka belajar, dan merdeka berbuat untuk rakyat,” kata Indria Febriansyah, Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia di Jakarta, Rabu (2/8/2025).
Kata dia, di tengah tantangan zaman dan kemiskinan struktural yang masih menghimpit rakyat, kami menaruh harapan besar pada Presiden Prabowo Subianto. Program-program beliau, seperti makan siang gratis, digitalisasi pendidikan daerah tertinggal, dan keberpihakan pada petani dan nelayan, adalah wujud nyata dari keberpihakan negara kepada rakyat.
Program Presiden Prabowo mencerminkan nilai-nilai kebangsaan dan kerakyatan yang sangat sejalan dengan ruh Tamansiswa.
Namun sangat disayangkan, masih ada oknum-oknum struktural di tubuh Tamansiswa yang secara terang-terangan menolak program-program Presiden Prabowo. Ini adalah ironi.
“Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku mewarisi nilai-nilai Ki Hadjar justru menolak program pro-rakyat? Bagaimana mungkin mereka menolak kebijakan yang jelas-jelas berpihak pada wong cilik, sementara mereka sendiri menggunakan nama besar Tamansiswa untuk membungkus kepentingan kelompok?,” tanya Indria sapaan akrabnya
Kemudian ia juga menjelaskan, kepada para elit struktural di atas menegaskan, bahwa anda tidak pantas berada dalam lingkaran Tamansiswa. Jika hanya lebih memilih menjaga posisi, status, atau kepentingan pribadi di atas cita-cita bangsa dan rakyat.
“Maka sudah saatnya para elit oknum struktural diatas untuk hengkang. Tamansiswa bukan milik segelintir orang. Ia milik bangsa. Ia milik rakyat,” tegas Indria menohok tajam.
Menurut Indra, kini sudah saatnya kita bersatu untuk cita-cita dan kemajuan Tamansiswa. Sebab, Tamansiswa harus kembali menjadi rumah kebangsaan yang sejati—tempat nilai-nilai pro-rakyat ditegakkan, dan tempat pendidikan dijalankan demi kemerdekaan sejati.
“Hidup Tamansiswa. Hidup Rakyat Indonesia.
Merdeka! Selamat Ulang Tahun Tamansiswa ke 103,” pungkas Indra. (red)