HUT Sanggar Seni Panginyongan Gegerkan Purwokerto dengan Pagelaran Wayang Kulit “Sang Antasena”

Budaya24 Dilihat

DetikSR.id Purwokerto – Sanggar Seni Panginyongan kembali menghadirkan suguhan budaya yang dinanti pecinta seni tradisional. Dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-2, sanggar ini menggelar Pagelaran Wayang Kulit bertajuk Antasena: Satria Tanpa Mahkota”pada Jumat,(28/11/2025) bertempat di Hetero Space Purwokerto,mulai pukul 19.00 WIB.

Diawali kirab budaya oleh Anggota dan talent Sanggar Seni Paninyongan menuju area pagelaran dan penampilan tarian membuka acara ini.Sambutan Ketua Panitia R.Satria Satya Nugraha dan Pemotongan Tumpeng, serta Penyerahan Wayang Pandan Antasena oleh Bapak Bambang Haryanto Bachrudin (Ketua Komisi C) DPRD Provinsi Jawa Tengah.serta hadir Kepala Dinporabudpar BAP Fendi Rudianto S.E, Kepala Dindik dan Kabid Kebudayaan Cilacap.

Pagelaran ini menampilkan Ki Tuwuh Permana Jati sebagai dalang utama, didukung para seniman Sanggar Seni Panginyongan yang selama ini dikenal konsisten merawat tradisi sambil menghadirkan sentuhan-sentuhan kreatif yang relevan dengan perkembangan seni masa kini.

Tak hanya itu, panggung HUT ini akan semakin semarak dengan hadirnya sejumlah bintang tamu, seperti Handoko, Nuri, dan Riri Ritem,yang siap memberikan nuansa berbeda dalam balutan musik dan pertunjukan khas panginyongan.

Antasena: Satria Sejati yang Tak Mencari Mahkota

Kisah yang diangkat tahun ini menghadirkan sosok yang jarang menjadi lakon utama namun sarat makna: Antasena,putra Bima yang dikenal sebagai ksatria berhati jernih, blaka suta, jujur apa adanya, dan tak pernah berpura-pura.

Meski memiliki kesaktian yang bahkan disegani para dewa, Antasena justru dikenal sebagai pendekar yang memilih jalan pengabdian. Dalam kisah pewayangan, ia menerima dengan ikhlas ketika tidak diperkenankan turun ke medan Perang Baratayuda bukan karena ia kurang layak, tetapi karena kekuatannya begitu besar hingga dapat mengubah jalannya perang suci itu. Dengan rendah hati, ia menyerahkan posisi senopati kepada kakaknya, Gatotkaca, tanpa rasa iri sedikit pun.

Antasena tumbuh sebagai penjaga tanpa mahkota, pelindung tanpa pamrih. Dalam kesenyapan itulah nilai kesatrianya bersinar: mengutamakan bangsa di atas kepentingan pribadi, darma di atas ambisi.

 

Pesan Abadi untuk Generasi Hari Ini

Kisah Antasena bukan sekadar fragmen dari epos pewayangan, namun cermin bagi perjalanan moral manusia masa kini. Nilai-nilainya kejujuran, keikhlasan, integritas, dan pengabdian telah lama menjadi inspirasi bagi berbagai tokoh bangsa dan tetap relevan untuk generasi muda.

Di tengah dunia yang kian dipenuhi ambisi, persaingan, dan kepentingan pribadi, sosok Antasena mengingatkan bahwa kekuatan sejati tidak selalu tampak dari sorak kemenangan atau tanda kebesaran, melainkan dari kemampuan untuk menempatkan kepentingan bersama di atas segalanya.

Pagelaran Wayang Kulit “Antasena: Satria Tanpa Mahkota” ini diharapkan menjadi ruang refleksi sekaligus hiburan budaya yang menghidupkan kembali nilai-nilai kesatriaan di tengah masyarakat modern.

Mampukah kita, generasi hari ini, meneladani jiwa seorang Antasenayang memilih darma daripada ambisi, dan bangsa di atas diri sendiri.

Budayantara sebagai etalase seni budaya nusantara ikut dukung acara ini,karena pagelaran wayang kulit bagian memperkuat identitas budaya bangsa.

Ketua Sanggar Seni Panginyongan, Randh Haryaningtyastomo, mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak atas terselenggaranya acara ini.(Red/DJ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *