DetikSR.id Makassar – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM) bekerja sama dengan Pemuda Inspirasi Nusantara (PIN) menyelenggarakan Agri Talks dengan tema “Menggali Potensi Pemuda dalam Menjaga Kedaulatan Pangan Nasional”. Acara berlangsung di Aula Gedung Bahasa Arab, UNM, Sulawesi Selatan (Sulsel), 9 Desember 2025.
Melalui rilis media, Kamis (11/12/2025) Panitian Acara menjelaskan, seminar ini menghadirkan unsur akademisi, praktisi, dan perwakilan pemuda, untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Terutama terkait upaya menciptakan kedaulatan pangan melalui ketahanan pangan.
Narasumber meliputi Dr. Rer. Nat. Ir. Zainal, S.T.P., M.Food.Tech selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin. Hadir juga Ayi Yusrie Palangkey selaku founder dari brand lokal asal Kabupaten Jeneponto, Sulsel, yang bergerak di industri gula merah dan Ayunda Magfira selaku aktivis perempuan Sulsel yang berasal dari keluarga petani.
Ketahanan pangan adalah kunci kedaulatan pangan, salah satu aspek yang menjadi fokus pemerintahan, Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung stabilitas nasional. Karena pangan sangat penting, Dr. Zainal menegaskan bahwa hal tersebut tidak boleh luput dari perhatian semua pihak.
“Kita tidak boleh hanya menjadi konsumen. Kita harus bersama-sama memikirkan agar ketersediaan pangan selalu terjaga,” ujarnya.
Dr. Zainal menekankan bahwa peran pemuda sangat penting, tetapi realitanya pemuda yang terlibat langsung dalam pertanian masih sedikit sehingga menghambat regenerasi petani.
“Generasi X mendominasi 42,28% (dalam pertanian), Baby Boomers 27,12%, generasi muda hanya 2,30%, dengan rata-rata usia petani 50–54 tahun. Akibatnya, jumlah petani semakin kecil dan regenerasi terhambat,” terangnya.
Padahal, ia melihat bahwa pemuda dapat menjadi agen digital, kreatif, dan inovatif dalam mendukung sektor pertanian dan kedaulatan pangan Tanah Air.
“Pertanian bisa dilakukan tanpa harus turun ke sawah. Cukup dengan remote control atau ponsel. Peluang juga terbuka pada wirausaha pangan, e-commerce, riset, dan pengembangan teknologi,” katanya.
Wirausaha pangan ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh founder Tala Folks, Ayi Yusrie Palangkey. Pemuda Sulsel ini berhasil memanfaatkan produk balok tala (sejenis gula merah), getah dari pohon lontar, di Kabupaten Jeneponto.
“Selama ini (produk balok tala) belum dimanfaatkan maksimal, baik oleh industri maupun UMKM. Padahal gula merah dari pohon lontar dapat diolah menjadi produk yang digunakan sehari-hari,” ucapnya.
Inovasi Tala Folks milik Ayi ini berhasil membawa solusi lokal di tengah isu lingkungan dan lahan pertanian yang tidak produktif di Kabupaten Jeneponto.
“Karena itu, warisan leluhur dan kearifan lokal dijadikan dasar inovasi pangan,” jelasnya.
Ayi turut menyerukan bahwa pemuda harus lebih sadar akan perannya dalam kedaulatan pangan dari kapasitasnya masing-masing. Jika tidak, hal ini dapat menjadi ancaman besar.
“Pemuda perlu membuka mindset. Semua orang memiliki kesempatan terjun dalam kedaulatan pangan. Jika tidak melalui bisnis, bisa melalui kegiatan sosial,” ujarnya.
“Pertanyaannya: apakah kita pernah memikirkan betapa pentingnya pangan? Banyak orang tidak pernah memikirkan dari mana asal nasi, sayur, dan daging yang dikonsumsi; akibatnya kita tidak menyadari ancaman pangan. Regenerasi petani ada pada kita. Tanpa kesadaran tentang kedaulatan pangan, ancaman bagi negara akan semakin besar,” tambahnya.
Aktivis perempuan Sulsel Ayunda Magfira tidak memungkiri bahwa terjadi penurunan minat terhadap profesi pertanian karena banyak pekerjaan lain dianggap lebih menjanjikan.
“Profesi petani juga kerap dipandang tidak mulia. Mahasiswa perlu turut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya sektor ini,” ujarnya.

Dalam hal ini, ia menekankan bahwa skema seperti kelompok tani dan pelatihannya menjadi sistem ideal untuk akses terhadap pupuk dan bibit sebagai fondasi kedaulatan pangan.
“Sistem kelompok tani dan pelatihan bisa menjadi sistem regeneratif terpadu yang memudahkan akses terhadap pupuk dan bibit,” tambahnya.
Berkaitan dengan pupuk sebagai komoditas strategis dan krusial untuk ketahanan pangan, Magfira mengapresiasi bahwa pemerintah melalui Pupuk Indonesia telah meningkatkan alokasi pupuk subsidi dan menerapkan diskon pupuk subsidi.
“Alokasi pupuk subsidi sudah meningkat dari sekitar 4,5 juta ton tahun lalu menjadi 9,5 juta ton tahun ini,” ujarnya.
“Kemudian pemerintah telah meningkatkan subsidi pupuk sekitar 20%,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan bahwa terdapat kebijakan lain yang turut mendukung sektor pertanian dan perlu disadari masyarakat.
“Peraturan baru seperti Perpres No. 6 Tahun 2025 memangkas 145 aturan lama untuk mempermudah akses terhadap pupuk. Kemudian, sekarang cukup dengan KTP, petani terdaftar sudah bisa menebus pupuk subsidi. Jika masyarakat memahami regulasi ini, prosesnya akan lebih mudah. Regulasi perlu diapresiasi karena memberi ruang bagi petani untuk mendapatkan hak mereka,” ucapnya.
Meski demikian, Magfira tidak memungkiri bahwa meskipun pemerintah telah menerapkan kebijakan yang mendukung, masih ada oknum tidak bertanggung jawab di lapangan, dan di sinilah pemuda dapat berperan.
“Kasus penipuan pupuk subsidi masih terjadi. Regulasi pemerintah sebenarnya sudah baik, tetapi implementasinya di bawah tidak merata. Harapannya, mahasiswa dan pemuda turut mengawal kebijakan ini agar berjalan dengan adil,” tutupnya.
Kegiatan Agri Talks ini menghadirkan lebih dari 130 peserta mahasiswa dan mahasiswi UNM dari berbagai fakultas. Dimana ditutup dengan sesi kuis yang diberikan oleh Dr. Zainal terkait peran pemuda dalam kedaulatan pangan.
Sesi kuis tersebut, disambut antusias oleh para peserta, dengan pemenang mendapatkan satu buah smartwatch. (red)






