AKU BANGGA MENJADI GURU

Berita73 Dilihat

Oleh : Muslich Taman, Humas SMAN I Rumpin, Penulis Buku: Guru Sang Arsitek Masa Depan

DetikSR.id Bogor – Di antara sekian banyak karunia hidup yang telah Allah berikan kepadaku, salah satu yang paling agung dan selalu kusyukuri setiap saat adalah ketika Allah menakdirkanku untuk menjadi seorang guru.

Aku bukanlah anak dari seorang guru. Ayahku seorang petani, dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga biasa. Dari tujuh bersaudara, hanya aku dan kakakku yang memilih untuk meniti jalan sebagai guru. Tak ada darah ‘pendidik’ yang mengalir dari kedua orangtuaku, namun mungkin inilah takdir terbaik yang Allah pilihkan. Sebuah takdir yang tak hanya membentuk jalan hidupku, tetapi juga membentuk cara pandang dan nilai-nilai yang kupegang teguh hingga hari ini.

Berbeda dengan istriku. Ia adalah sosok guru sejati yang lahir dari rahim keluarga guru. Ayahnya seorang guru, dan kelima saudara kandungnyapun menekuni profesi yang sama. Maka tak heran, suasana rumah tangga kami pun penuh dengan aroma ruang kelas dan dunia pendidikan. Ketika makan bersama, berdiskusi di ruang tamu, atau bahkan saat saling curhat menjelang tidur, topik obrolan kami selalu saja tak jauh dari dunia sekolah —kisah murid yang lucu, perilaku dan celotehan mereka yang ‘menggemaskan’, dinamika di ruang kelas, serta cerita suka duka menjadi guru dari sesama teman GTK yang mengajar di zaman now.

Menjadi Guru Adalah Anugerah.
Sungguh, aku tak pernah menyesal sedikit pun menjadi guru. Justru, aku merasa bangga dan bahagia. Karena profesi ini bukan sekadar pekerjaan yang mendatangkan nafkah untuk keluargaku, tetapi juga merupakan jalan dakwah yang mulia. Aku bisa mengajarkan ilmu, menyampaikan nilai-nilai kebaikan, dan membimbing generasi muda menuju kehidupan yang lebih baik —untuk dunia dan akhirat mereka.

Bagiku, menjadi guru adalah ibadah. Jalan indah yang diskenariokan Tuhan. Bukan sebuah kebetulan. Karena guru sejatinya adalah pewaris para Nabi. Profesi ini begitu mulia di sisi Allah SWT, dan saya yakin hanya orang-orang tertentu yang Allah pilih untuk memikul amanah ini. Betapa banyak orang pintar, berilmu, bahkan sukses, namun tidak semua mampu dan mau menjadi guru. Bukan soal gaji kecil, tetapi memang tidak Allah berikan kesempatan.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Ini merupakan bentuk pujian dan gambaran Islam tentang derajat orang yang menuntut ilmu, bahwa Allah muliakan mereka dan dimudahkan jalannya menuju surga. Lalu, bagaimana dengan derajat orang yang mengajarkan ilmu kepada mereka, yaitu para guru? Tentu derajat dan kedudukan mereka jauh lebih mulia.

Para ulama pun menempatkan posisi guru dan pengajar ilmu dalam derajat yang sangat tinggi. Imam Al-Ghazali berkata, “Mengajar adalah pekerjaan para nabi dan tugas yang paling mulia.” Sementara Imam Asy-Syafi’i pernah menyampaikan, “Jika kalian tidak tahan lelahnya belajar, maka kalian akan menanggung perihnya kebodohan.” Ungkapan ini semua menegaskan betapa penting dan tinggi nilai ilmu dan betapa agung peran guru dalam mengajarkan ilmu.

Tak hanya ulama Islam, para tokoh dunia pun mengakui mulianya profesi guru. Aristoteles (Filsuf Yunani) pernah mengatakan, “Those who educate children well are more to be honored than parents, for these only gave life, those the art of living well. (Mereka yang mendidik anak-anak dengan baik lebih layak dihormati daripada orangtua mereka sendiri, karena orangtua memberi kehidupan, tetapi guru mengajarkan cara menjalani hidup yang baik).”

Sedangkan Nelson Mandela mengatakan, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world. (Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat kalian gunakan untuk mengubah dunia).” Dan siapa yang menjadi garda terdepan dalam proses pendidikan? Tak lain adalah guru.

Suka Duka Guru: Penuh Tantangan, Tetapi Tetap Indah.
Aku tak menutup mata bahwa menjadi guru tak melulu mudah. Jalan ini penuh lika-liku, suka duka, pahit getir yang terkadang membuat hati ingin menyerah dan putus asa. Tanggung jawab guru sangat besar: mengajar, mendidik, membimbing, menilai, bahkan menjadi orang tua kedua bagi para siswa.

Guru harus menjadi teladan, bukan hanya di dalam kelas tetapi juga di luar lingkungan sekolah. Guru diharapkan mampu menginspirasi, membangkitkan semangat belajar, memahami karakter murid, dan kadang juga harus berhadapan dengan persoalan moral, sosial, hingga persoalan keluarga anak didiknya. Bisa menjadi pendengar yang baik atas curhatan murid tentang keluarganya atau keadaan kedua orangtuanya yang sedang tidak baik-baik saja, misalkan.

Menjalani Profesi Guru dengan Mulia.
Meski tanggung jawab dan tantangan guru amat besar, seorang guru sejati tidak boleh patah semangat. Kita harus menjalani profesi ini dengan ikhlas, penuh cinta, dan niat yang lurus. Guru harus terus belajar, memperbaiki diri, dan tetap menjunjung tinggi integritas serta profesionalisme. Karena ketika seorang guru melangkah ke kelas dengan hati yang tulus, maka setiap kata yang keluar dari lisannya menjadi ladang pahala yang tak akan pernah putus.

Sejak awal, aku sadar konsekuensi dan risiko memilih profesi guru. Kata banyak orang, tugas dan tanggung jawabnya berat, sedangkan gajinya kecil. Banyak guru yang diberikan gaji di bawah UMR, bahkan masih jauh dari itu. Tetapi sudahlah, memang bukan soal gaji kita menjadi guru. Menjadi guru adalah pilihan hidup. Dan yakinlah, bahwa sejatinya yang menggaji setiap guru atas kinerjanya adalah dirinya sendiri. Kalau gaji yang diterima oleh guru dari negara atau lembaganya belum sesuai, maka Allah pasti akan menyesuaikannya. Jika kelebihan, Allah akan menguranginya, dan jika kekurangan, Allah akan menambahinya. Dengan cara Allah sendiri. Begitulah yang saya yakini.

Guru jika menjalani profesinya dengan ikhlas, dan ilmu yang diajarkannya menjadi ilmu yang bermanfaat, ia akan menjadi tabungan kebahagiaan yang akan terus mengalirkan pahala. Di dunia dan akhirat. Tentu ini berbeda, dengan orang yang menjalani profesi guru karena kebetulan, atau karena terpaksa tidak ada pekerjaan lain, ini beda masalahnya.

Sekali lagi, menjadi guru bukan tentang berapa banyak gaji yang diterima, tetapi tentang berapa banyak amal jariyah yang ditinggalkan. Murid-murid yang sukses, shalih, dan berilmu adalah jejak-jejak abadi, dan monumen dakwah, yang menjadi saksi perjuangan seorang guru.

Aku bersyukur. Aku bangga. Dan aku bahagia menjadi guru.
Selama Allah masih memberiku kesempatan untuk mengajarkan ilmu, aku akan terus menjalaninya dengan penuh cinta dan pengabdian. Bismillah wal hamdulillah.(red/dyt)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *