DetikSR.Id JAKARTA – Rencana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pribadi yang tidak aktif selama tiga bulan menuai sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Kebijakan ini dinilai berlebihan dan berpotensi menabrak hak konstitusional masyarakat. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, H. Fauzi Amro, M.Si, dengan tegas menyatakan bahwa langkah PPATK tersebut keluar dari tugas pokok lembaga, yang seharusnya fokus pada pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, bukan mengintervensi aktivitas rekening warga negara secara sepihak.
“PPATK bukan regulator perbankan. Tugas utamanya adalah menganalisis transaksi mencurigakan, bukan memblokir rekening hanya karena tidak aktif selama tiga bulan. Ini masuk ke ranah privat warga, dan bisa dianggap pelanggaran terhadap hak konstitusional,” ujar Fauzi dalam pernyataan persnya di Jakarta, Kamis (31/07/2025).
Fauzi menilai, alasan pencegahan tindak pidana keuangan tidak bisa menjadi dasar tunggal untuk memblokir rekening. Ia mengingatkan bahwa rekening tidak aktif bukan berarti berindikasi kejahatan. “Banyak warga yang menabung untuk kebutuhan jangka panjang seperti pendidikan anak, biaya umrah, atau dana pensiun. Kalau hanya karena tak aktif tiga bulan lalu diblokir, ini jelas meresahkan dan tidak adil,” tegas politisi Partai NasDem tersebut.
Lebih lanjut, Komisi XI DPR RI disebut akan segera memanggil PPATK dan otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi. DPR ingin memastikan tidak ada kebijakan yang dilakukan secara sepihak tanpa dasar hukum yang kuat dan sosialisasi yang memadai kepada publik. “Jika memang ada kekhawatiran terhadap penyalahgunaan rekening pasif, aturannya harus jelas, sesuai Undang-Undang, dan tidak boleh menimbulkan keresahan. Negara tak boleh semena-mena terhadap akses warga atas aset pribadinya,” tambahnya.
Fauzi juga mengingatkan bahwa dalam negara hukum, kebijakan keuangan harus proporsional dan menjunjung tinggi prinsip perlindungan terhadap hak warga negara, termasuk soal kepemilikan aset dan privasi data pribadi. “Jangan sampai upaya memberantas kejahatan keuangan malah menimbulkan ketakutan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Ini justru bisa membahayakan stabilitas sistem keuangan nasional,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Fauzi menegaskan komitmen DPR untuk terus mengawal setiap kebijakan keuangan agar tetap berada dalam koridor hukum dan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Kami akan pastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang yang bisa merugikan masyarakat secara ekonomi maupun dalam hal privasi. Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan sebagai pihak yang membatasi secara sewenang-wenang,” tandasnya. (Rif’at Achmad ).