“Holopis Kuntul Baris”: Nada Kebersamaan Menuju Gerakan Kolektif Kebangsaan

Berita40 Dilihat

Detik SR.id Tangerang,- Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang sering kali menekankan individualisme, muncul kembali sebuah semboyan kuno yang menggetarkan nurani: “Holopis kuntul baris.” Sebuah ungkapan Jawa yang sarat makna, menjadi nyala semangat baru bagi seniman, tokoh bangsa, dan masyarakat luas untuk kembali meneguhkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong dalam bingkai kebangsaan.

Nada yang Menghidupkan Semangat

Pada suatu malam yang penuh kehangatan, musisi Iwenk JMC bersama timnya berkumpul untuk berdiskusi mendalam tentang makna filosofis “Holopis kuntul baris.” Bagi Iwenk, semboyan ini bukan sekadar kata-kata, melainkan mantra kehidupan yang menggugah kesadaran kolektif. Dari percakapan sederhana malam itu, lahirlah semangat untuk menjadikannya lagu, buku, bahkan gerakan nasional.berlangsung dikediaman Gus Jend yang kerapkali kita menyapa Irjen Pol. R Ahmad Nurwahid, S.E., M.M.Tangerang.Kamis (12/6/2025).

“Melodi holopis kuntul baris terasa magis,” ungkap Iwenk dengan penuh semangat. Musik ini bukan sekadar irama, tapi energi yang menyatukan; setiap nada menjadi jembatan penghubung antara hati dan cita, antara individu dan bangsa.

Bung Karno dan Jejak Holopis Kuntul Baris

Sejarah mencatat bahwa Bung Karno—proklamator dan bapak bangsa—pernah mengucapkan semboyan ini dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 di hadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Bagi Bung Karno, “holopis kuntul baris” adalah gambaran konkret perjuangan kolektif bangsa dalam meraih kemerdekaan. Semua golongan, suku, agama dan lapisan masyarakat bergerak dalam satu barisan demi satu tujuan: Indonesia merdeka.

Makna Pancasila dan Moderasi sebagai Nafas Gerakan

Dalam kesempatan yang sama, Irjen Pol. R Ahmad Nurwahid, S.E., M.M., Staf Khusus Bidang Penegakan Keadilan dan Rekonsiliasi Kemenko PMK, menyampaikan bahwa makna mendalam dari “holopis kuntul baris” sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Pancasila menanamkan semangat persatuan, kesatuan, dan gotong royong. Dan ‘holopis kuntul baris’ adalah pengejawantahan dari nilai-nilai itu dalam tindakan nyata,” ujar beliau.

Lebih jauh, Irjen Nurwahid menekankan pentingnya pemikiran moderat (wasatiyyah)—sikap tengah-tengah dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Moderasi ini menolak ekstremisme dan membuka ruang untuk ijtihad, atau pencarian solusi kontekstual terhadap tantangan zaman.

 

Menuju Oktober: Sumpah Pemuda sebagai Momentum

Semangat ini tidak akan berhenti pada lirik lagu atau halaman buku. “Holopis kuntul baris” sedang disiapkan menjadi gerakan kolektif nasional yang akan dideklarasikan secara resmi pada bulan Oktober, bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda.

Gerakan ini akan melibatkan seniman, budayawan, akademisi, hingga pelajar dan masyarakat umum. Visi utamanya adalah memperkuat karakter bangsa, memperdalam rasa kebangsaan, serta menyatukan keberagaman Indonesia dalam satu irama perjuangan bersama

“Holopis kuntul baris” bukan sekadar semboyan lama yang dihidupkan kembali. Ia adalah jembatan masa lalu ke masa depan. Melodi kebersamaan yang lahir dari semangat perjuangan kini bergerak menjadi aksi nyata—mengajak setiap anak bangsa untuk melebur dalam barisan, mengesampingkan ego, dan menggapai cita bersama.

Karena Indonesia, sejak dahulu, adalah tentang kita. Bukan aku, bukan kamu—tapi kita semua. Holopis kuntul baris!. (*/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *