Kuasa Hukum Bacakan Pledoi Terdakwa Kasus Kredit Fiktif BNI Daan Mogot, Nilai Kerugian Negara Tidak Akurat

Berita42 Dilihat

DetikSR.id Jakarta , Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif di PT Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Kantor Cabang (Kancab) Daan Mogot–Jakarta Kota, Senin (15/12/2025).

Sidang yang berlangsung di ruang Wirjono Projodikoro 1 tersebut beragenda pembacaan Nota Pledoi (pembelaan) dari Kuasa Hukum para terdakwa atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan pada sidang sebelumnya.

Perkara ini tercatat dengan nomor 88-89-90/Pidsus-TPK/2025 dan menjerat tiga terdakwa, yakni Lia Hertika Hudayani dan Ferry Syarfariko selaku pengumpul data debitur BNI 46 Kancab Daan Mogot–Jakarta Kota, serta Nazal Gilang Ramadhan sebagai debitur. Sementara satu terdakwa lainnya, Lilis Yuliana alias Sansan, hingga kini masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).

Jaksa dalam dakwaannya menyebutkan bahwa para terdakwa secara bersama-sama melakukan penyimpangan dalam proses persetujuan dan penyaluran kredit kepada debitur yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan. Akibat perbuatan tersebut, kredit tidak tertagih dan diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp34,51 miliar.

Perbuatan para terdakwa dinilai bertentangan dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji, S.H., M.H.

Kuasa Hukum Kritik Tuntutan Jaksa

Kuasa Hukum terdakwa Lia Hertika Hudayani, Erdi Surbakti, S.H., dalam Nota Pledoinya mengkritisi konstruksi tuntutan jaksa yang dinilai mengeneralisasi seluruh kesalahan kepada kliennya tanpa mempertimbangkan perbedaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) di masing-masing unit kerja BNI.

Dalam tuntutan jaksa, semua kesalahan digeneralisir kepada terdakwa. Padahal, tupoksi di BNI 46 Jakarta Kota dan BNI 46 Daan Mogot itu berbeda. Ini yang kami uraikan secara rinci dalam Nota Pledoi,” ujar Erdi Surbakti kepada wartawan usai sidang.

Ia menjelaskan, dari total 93 debitur yang disebut jaksa di BNI 46 Jakarta Kota, faktanya hanya 21 hingga 22 debitur yang benar-benar terkait dengan proses yang ditangani kliennya. Sementara di BNI 46 Daan Mogot, dari 127 debitur, hanya sekitar 47 debitur yang diakui dan diproses oleh Lia Hertika Hudayani.

Artinya, jumlah debitur yang dikaitkan dengan klien kami jauh lebih kecil dari yang didakwakan. Konsekuensinya, perhitungan kerugian negara yang mencapai Rp34 miliar lebih itu seharusnya berubah secara signifikan,” tegasnya.

Perhitungan Kerugian Negara Dipersoalkan

Selain jumlah debitur, Erdi Surbakti juga menyoroti metode perhitungan kerugian negara yang digunakan oleh auditor. Menurutnya, perhitungan tersebut tidak memenuhi standar hukum karena hanya menggunakan metode sampling, bukan audit menyeluruh yang obyektif dan profesional.

Undang-undang mensyaratkan adanya kerugian negara yang nyata dan pasti, serta dihitung melalui audit yang profesional dan independen. Namun dalam perkara ini, Ahli Audit hanya menggunakan sampling. Ini tidak linear dengan angka kerugian negara Rp34 miliar yang dijadikan dasar dakwaan dan tuntutan,” ungkapnya.

Ia menilai, penggunaan hasil audit yang tidak kredibel tersebut berpotensi menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap kliennya.

Klien kami tidak memiliki konstruksi pertanggungjawaban langsung maupun tidak langsung terhadap pencairan kredit. Apalagi dalam proses kredit tersebut ada pihak-pihak lain, termasuk Wakil Pimpinan Cabang (Wapimca), yang justru tidak dimintai pertanggungjawaban hukum,” ujarnya.

Erdi juga menyinggung adanya perlakuan berbeda antara BNI 46 Jakarta Kota dan BNI 46 Daan Mogot, di mana di satu tempat Wapimca dijadikan terdakwa, sementara di tempat lain tidak.

Harapan kepada Majelis Hakim

Kuasa Hukum berharap Nota Pledoi yang disampaikan dapat menjadi bahan pertimbangan penting bagi majelis hakim dalam memutus perkara ini secara adil dan objektif.

“Kami berharap majelis hakim menilai perkara ini secara obyektif dan profesional. Pledoi ini kami sampaikan sebagai bentuk pembelaan hukum yang sah agar tidak terjadi kekeliruan dalam menilai peran dan tanggung jawab klien kami,” pungkas Erdi Surbakti.
Jpu saat dikonfirmasi media itu hak kuasa hukum dalam melakukan pembelaan.
Ervinna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *