DetikSR.id Jakarta – Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN) melalui Ketua Dewan Pembina, Benny Suryo Sabath Hutapea meminta perhatian Bapak Presiden Prabowo Subianto, terkait persoalan ekspor bisnis Sarang Walet. PPSWN sebagai petani budidaya dan eksportir berharap pemerintah melakukan negosiasi protokoler perdagangan liur walet ke Pemerintah Tiongkok.
“Dengan penuh kerendahan hati memohon perhatian Bapak Presiden RI, atas permasalahan serius yang sedang dihadapi petani (red-bisnis sarang walet). Yaitu suspend (red-penangguhan) ekspor Sarang Burung Walet ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sejak Juli 2024, yang diberlakukan secara mendadak oleh General Administration of Customs of China (GACC) terhadap 11 perusahaan terregistrasi,” kata Benny Hutapea sapaan akrabnya kepada Gus Din wartawan Senior, Senin (25/8/2025) di Jakarta.
Menurut pengusaha muda ini, kebijakan suspend atau penangguhan ini menetapkan parameter baru terkait kandungan aluminium <100mg/kg, yang sebelumnya tidak pernah tercantum dalam MoU protokol impor antara Indonesia–Tiongkok.
“Indonesia adalah penghasil Sarang Burung Walet terbesar di dunia, dengan produksi ±1.900 ton per tahun (laporan 2023) dan angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Dengan harga rata-rata Rp 25 juta/kg (nilai 2025), potensi nilai komoditas ini setara dengan Rp 47,5 triliun per tahun (±USD 2,9 miliar),” terang Benny Hutapea.
Katanya, posisi strategis ini menjadikan Sarang Burung Walet sebagai komoditas unggulan yang bernilai devisa tinggi, dimana pada masa covid 19 sebagi penyumbang devisa nomor 2.
Dengan penangguhan tersebut menimbulkan dampak yang sangat luas bagi perputaran perekonomian.
Diantaranya, terjadi penurunan volume ekspor sekitar 250 ton/tahun atau setara Rp 6,25 triliun (±USD 386 juta), padahal pasar utama dan terbesar adalah Tiongkok (78% dari total ekspor). Kemudian, ancaman PHK bagi Ratusan ribu tenaga kerja pabrik, UMKM, dan rantai pasok.
“Jutaan petani walet di seluruh Indonesia kesulitan menyalurkan hasil panen, karena menurunnya serapan pasar. Sehingga pendapatan masyarakat di daerah terpukul keras,” ungkap Benny Hutapea.
Selanjutnya berdampak, pada harga sarang walet jatuh signifikan dari Rp 45 juta/kg (±USD 2.780/kg) menjadi Rp 25 juta/kg (±USD 1.540/kg). Dan berpotensi terus melemah jika kebijakan ini tidak segera dicabut.
“Kepercayaan konsumen global menurun, sehingga berisiko meluas menjadi hambatan ekspor bagi seluruh perusahaan Indonesia, bukan hanya 11 perusahaan yang terkena suspend. Kontribusi devisa negara menurun drastis serta menghambat Asta Cita Bapak Presiden terkait hilirisasi industri sarang walet yang berpotensi besar di sektor pangan, farmasi, nutraceutical, herbal, dan kosmetik,” lanjutnya.
Terakhir berdampak pada Industri sarang walet menjadi terpuruk, sehingga tidak dapat berkontribusi optimal pada diversifikasi ekonomi, peningkatan daya saing global, dan penciptaan lapangan kerja baru.
“Jika kondisi ini berlanjut, Indonesia hanya akan berperan sebagai pengekspor bahan mentah yang belum diolah ke Tiongkok. Akibatnya, produk sarang burung walet dunia berisiko didominasi label Made in China. Sehingga nilai tambah, lapangan kerja, serta citra produk yang seharusnya menjadi kebanggaan Indonesia berpindah ke negara lain,” ujar Benny Hutapea.
Mengingat posisi strategis Indonesia sebagai penghasil Sarang Burung Walet terbesar dunia, dengan tren produksi yang terus meningkat. Serta pentingnya komoditas ini bagi devisa negara dan keberlangsungan hidup jutaan masyarakat.
Kami Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN) memohon kiranya Bapak Presiden Prabowo Subianto dapat:
1. Mengupayakan negosiasi tingkat tinggi dengan Pemerintah Tiongkok agar suspend ekspor segera dipulihkan.
2. Memperbarui protokol perdagangan bilateral agar lebih adil dan berbasis
kesepahaman bersama.
3. Memberikan jaminan keberlanjutan ekspor Sarang Burung Walet Indonesia,
sekaligus mendukung peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi industri.
“Ada 11 Daftar Perusahaan Sarang Burung Walet Terregistrasi yang terkena suspend/penangguhan impor sementara ke RRT. Adanya kebijakan ini menyebabkan banyak PHK bagi para buruh pabrik dan pekerja paruh waktu. Termasuk kerugian negara dalam pemasukan keuangan di sektor devisa dan pajak. Kami berharap perhatian dan kebijaksanaan Bapak Presiden agar menjadi atensi,” pungkas Benny Hutapea yang juga Ketua Umum Relawan Pos Gibran. (red)