Kasus Tabrak Lari Grisenda: Tuntutan Ringan JPU Tuai Kekecewaan, Hakim Jadi Tumpuan Harapan

Berita51 Dilihat

DetikSR.id Jakarta, – Sidang pembelaan (pledoi) terdakwa Ivon Setia Anggara (65) dalam kasus tabrak lari yang menewaskan Supardi (82) di Perumahan Taman Grisenda, Kapuk Muara, Penjaringan, hari ini Kamis (25/09/205) kembali disorot. Tim kuasa hukum keluarga korban menyampaikan kekecewaan mendalam atas tuntutan ringan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai tidak mencerminkan keadilan.

Kuasa hukum keluarga korban, Madsanih Manong, S.H., M.H., menilai bahwa tuntutan penjara 1 tahun 6 bulan yang diajukan JPU tidak sejalan dengan fakta persidangan maupun rasa keadilan. Madsanih menegaskan, “Sejak awal, proses hukum terhadap perkara ini mengecewakan keluarga korban. Dari tahap penyidikan polisi yang hanya memberikan status tahanan kota, hingga penuntutan jaksa yang kembali memberikan tahanan kota, dan akhirnya ditutup dengan tuntutan ringan. Semua itu melukai rasa keadilan keluarga.”Terangnya.

Menurut Madsanih, fakta persidangan jelas menunjukkan adanya kelalaian serius dari terdakwa. Keterangan saksi dan bukti CCTV memperkuat bahwa Ivon lalai hingga menyebabkan nyawa Supardi (82) hilang. Ironisnya, JPU hanya menuntut 1,5 tahun penjara, padahal ancaman maksimal adalah 6 tahun sesuai Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009.

Menyikapi kejanggalan ini, tim kuasa hukum bersama keluarga korban akan melayangkan pengaduan resmi ke Bidang Pengawasan Kejaksaan (Aswas) dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas). Mereka meminta pembentukan tim khusus untuk mengusut kinerja JPU dan atasan yang menangani perkara ini.

“Ini bukan hanya soal tuntutan ringan, tetapi juga soal integritas proses hukum. Kami ingin ada pengawasan internal agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum,” imbuh Madsanih.

Di tengah kekecewaan yang mendalam, Madsanih menegaskan bahwa satu-satunya harapan keadilan kini berada di tangan majelis hakim. “Saat ini harapan keadilan untuk klien kami ada di palu hakim. Kami percaya majelis hakim akan mempertimbangkan fakta persidangan dan suara hati nurani masyarakat, bukan sekadar mengikuti tuntutan ringan jaksa,” ucapnya.

Senada dengan kuasa hukum, Haposan, anak dari korban Supardi (82), mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap terdakwa dan proses hukum. “Sudah sekian bulan ke mana saja, sampai tadi baru bilang mau minta maaf. Dua minggu sebelumnya di dalam sidang pun jelas-jelas dia disuruh minta maaf sama anggota hakim itu pun tidak pernah dilakukan, jadi kalau sekarang apalah artinya,” tutur Haposan dengan nada getir.

Haposan secara tegas menaruh harapan penuh pada majelis hakim. “Jujur, sekarang harapan saya hanya ada di hakim untuk memutuskan yang terbaik dan teradil. Karena tuntutan satu setengah tahun ini dan terdakwa pun masih bisa ke mana-mana, sehat walafiat, selama ini tidak pernah ditahan. Saya rasa tuntutan itu tidak masuk akal, bukti semua jelas dan CCTV juga jelas, apa yang mau dibantah lagi,” tegasnya.

“Saya berharap kepada majelis hakim, mudah-mudahan bisa memutuskan yang paling adil. Karena tuntutannya dalam pasal itu, ancamannya enam tahun.”Tambahnya.

Sidang perkara tabrak lari ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan atas pledoi dari pihak terdakwa Ivon. Tim kuasa hukum memastikan akan terus mendampingi keluarga korban untuk memperjuangkan keadilan hingga tuntas.

(*/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *