Oleh : Ismail Hasani
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute
DetikSR.id Jakarta ,- Merayakan Hari Ulang Tahun Bhayangkara, pada 1 Juli 2025, Kepolisian RI dituntut untuk fokus pada lingkup tugas utama, memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat. Tiga tugas utama inilah yang pada akhirnya akan menjadi fokus penilaian masyarakat dalam melihat kinerja Polri.
Jika mengacu pada survei-survei yang diselenggarakan oleh sejumlah lembaga, gambaran sesaat tentang kinerja Polri memang pernah menyentuh di angka 80% tingkat kepercayaan publik. Tetapi angka ini kemudian naik turun sejalan dengan pihak yang melakukan survei, seperti dilakukan oleh Civil Society for Police Watch, yang pada Februari 2026 mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri hanya menyentuh angka 48,1%. Sementara pada Januari 2025, Litbang Kompas juga mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri di angka 65,7 persen.
Dengan gambaran hasil survei sebagaimana di atas, sesungguhnya institusi Polri masih menghadapi tantangan serius dalam menjalankan tugas utamanya. Hasil Riset SETARA Institute (2024) bahkan mencatatkan terdapat 130 permasalahan melekat di tubuh Polri, yang menuntut penyikapan sistematis dan berkelanjutan.
Di masa kepemimpinan Prabowo Subianto, Polri aktif dan cekatan merespons perintah Presiden termasuk menjadi bagian kunci dalam implementasi Asta Cita, khususnya mendukung penguatan ketahanan pangan. Beberapa respons yang paling menonjol adalah peningkatan hak atas rasa aman bagi warga atas tindakan premanisme. Terbaru, Polri juga memberikan dukungan institusional pada peningkatan pendapatan negara dengan membentuk Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara. Jika Satgas ini bekerja efektif, maka Polri telah menjadi bagian penting dalam memastikan peningkatan penerimaan negara, penegakan hukum pada sektor hukum keuangan, dan sekaligus melimpahkan pelayanan publik, karena APBN yang semakin kuat akan mengakselerasi pelayanan publik yang berkualitas.
Dalam studi Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) yang dilakukan SETARA Institute (2025), institusi Polri juga termasuk lembaga negara yang responsif dalam merespons aspirasi publik dalam memenuhi kebijakan inklusif, khususnya inklusi sosial bagi perempuan, anak dan disabilitas yang diintegrasikan dalam kerja pelayanan, penegakan hukum, termasuk dalam bidang sumber daya Polri. Pelembagaan tata Kelola inklusif (inclusive governance) di tubuh Polri, juga dilakukan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Langkah institusional ini akan mengakselerasi meningkatkan pelayanan masyarakat yang berkualitas.
Meskipun responsif dengan arah kebijakan Presiden Prabowo, keterlibatan dan dukungan Polri dalam implementasi Asta Cita, diharapkan tetap berada pada lingkup tugas utamanya. Jika pemerintah mengagendakan percepatan swasembada pangan, maka Polri akan lebih baik memastikan penegakan hukum pada sektor distribusi pupuk dan penegakan hukum atas kartel-kartel pangan, dibanding terlibat langsung dalam penanaman jagung dan padi. Jadi dukungan Asta CIta Polri lebih fokus pada aspek-aspek hukum yang menghambat pencapaian obsesi kemandirian pangan dan ketahanan energi.
Merespons temuan-temuan masalah yang masih melekat pada tubuh Polri, sebagaimana temuan 130 masalah oleh SETARA Institute, meskipun sebagiannya telah ditangani dan berkurang, Polri dituntut melakukan transformasi sistemik dan institusional untuk memastikan tiga tugas utama Polri benar-benar dijalankan secara presisi dan mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional. Salah satu instrumen yang dibutuhkan untuk melakukan pembaruan dan transformasi Polri adalah penguatan sistem peradilan pidana melalui revisi KUHAP dan revisi UU Polri.
Komisi III DPR RI semestinya menyegerakan revisi UU Polri sebagai instrumen transformasi Polri.(*/Red)