MENJAGA MARWAH IBU KEPALA SEKOLAH

Berita Daerah68 Dilihat

Oleh : Dr. Muslich Taman, Lc., Pemerhati Sosial Keagamaan & Penulis Buku: Guru Sang Arsitek Masa Depan

DetikSR.id  | Peristiwa yang terjadi di SMAN 1 Cimarga, Banten, menambah deretan catatan kelam dalam perjalanan dunia pendidikan. Seorang kepala sekolah, Ibu Dini Fitria, mendadak dinonaktifkan dari jabatannya, karena menegakkan disiplin di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Tanpa proses klarifikasi dan seolah tanpa empati kepada sosok pendidik yang telah mengabdi untuk dunia pendidikan.

Ironisnya, penonaktifan itu tampak dilakukan secara tergesa-gesa. Meski akhirnya dibatalkan secara tergesa-gesa pula, setelah gelombang kritik dari masyarakat dan netizen membanjiri media sosial. Sebuah situasi dan kondisi yang memperlihatkan betapa rapuhnya posisi seorang guru atau kepala sekolah di tengah tekanan opini media.

Mengapa Guru atau Kepala Sekolah Sering Diperlakukan Secara Nista?

Pertanyaan itu terasa begitu menggetarkan hati. Betapa seringnya para guru atau kepala sekolah justru menjadi korban, ketika mereka berdiri menegakkan disiplin dan karakter. Seperti yang terjadi di SMAN 1 Cimarga, di mana Ibu Dini Fitria yang menjalankan tugasnya sebagai seorang kepala sekolah yang pada dirinya melekat jiwa pendidik, justru harus menghadapi reaksi yang negatif. Sebanyak 600 lebih siswanya mogok belajar, sebagai bentuk solidaritas terhadap teman mereka yang ‘ditampar’nya gara-gara melanggar aturan yang berlaku, berupa merokok di lingkungan sekolahnya. Sungguh naïf dan menodai prinsip-prinsip pendidikan.

Lebih memilukan lagi, ketika suara-suara yang seharusnya membela kebenaran justru bungkam, atau malah ikut menyalahkan kepala sekolah. Padahal, bukankah menegakkan aturan adalah bagian dari pendidikan itu sendiri? Yang harus dijunjung tinggi oleh kepala sekolah?!
Peristiwa ini bahkan mengingatkan kita kembali pada kasus serupa beberapa waktu lalu di Prabumulih, Sumatera Selatan, seorang kepala sekolah yang dicopot gara-gara menegur salah seorang siswanya, yang ternyata anak pejabat penting. Dan beriringan, dengan kasus tayangan kontroversi salah satu stasiun televisi yang dianggap melecehkan dan menista sosok Kyai, khususnya Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur. Semua bermuara pada satu titik: kegagalan memahami peran guru, kyai, dan pendidik dalam membentuk dan menanamkan karakter pada diri anak didik.

Sepakat. Tidak ada yang membenarkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Namun, kita juga harus jujur mengakui bahwa dalam proses mendidik, teguran, atau bahkan pukulan (bukan untuk melukai) adalah bagian dari wujud kasih sayang. Penegakan disiplin adalah bentuk perhatian. Ketika seorang siswa merokok di lingkungan sekolah, atau melanggar aturan lainnya, maka sanksi adalah bagian dari pembelajaran. Bukan untuk mempermalukan, apalagi membenci atau menyakiti. Tetapi semata-mata agar siswa memahami, bahwa setiap tindakan ada konsekuensinya.

Sayangnya, kesadaran seperti itu mulai luntur. Banyak siswa hari ini, bahkan orang tua dan masyarakat, tidak lagi melihat guru sebagai figur yang layak dihormati. Padahal, mereka telah dipercaya untuk mendidik anaknya. Namun, ketika anaknya salah dan ditegur atau diberi sanksi, yang muncul bukan introspeksi, tetapi laporan polisi. Bukan terima kasih, tetapi ancaman. Maka tidak heran, jika anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang sulit menerima kritik, tak tahan ditegur, dan miskin empati sosial. Bahkan, menjadi pribadi arogan, sombong, dan berani melawan orangtuanya sendiri.

Keputusan yang menonaktifkan kepala sekolah, Ibu Dini Fitria, pun menuai kritik dari berbagai kalangan. Rizal Fauzi, pengamat pendidikan dari Universitas Serang Raya (Unsera), sebagaimana dikutip sebuah media, menilai keputusan tersebut tergesa-gesa dan berpotensi menimbulkan masalah baru. “Keputusan menonaktifkan merupakan keputusan yang tidak bijak dan sangat tergesa-gesa. Kita tidak mentolerir kekerasan, meskipun itu juga butuh pembuktian secara utuh,” ujar Rizal.

Penonaktifan itu seharusnya menjadi pilihan terakhir, bukan langkah awal. Karena ia terkait dengan harga diri dan kehormatan jabatan. Tindakan semacam ini bukan hanya merendahkan wibawa kepala sekolah, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi masa depan dunia pendidikan.

Sekolah adalah tempat belajar menjadi manusia. Di sana, anak-anak tidak hanya belajar menghitung dan membaca, tetapi juga membentuk karakter. Tahu mana yang benar, dan berani memilih yang benar walau tidak populer. Di sinilah peran guru tak tergantikan: sebagai penuntun, pengingat, sekaligus pelindung nilai-nilai luhur.

Ramai-ramai boikot belajar. Ketika ada siswa yang melanggar, sahabat sejati seharusnya mengajak kembali ke jalan yang benar. Bukan membela keburukan hanya demi solidaritas semu. Dan orang tua, semestinya menjadi mitra sekolah, bukan musuh dalam proses pembentukan karakter anaknya. Allah berfirman, “Tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan,” (Al-Maidah: 2) Jika setiap kesalahan dibela, setiap teguran dianggap kekerasan, dan setiap guru yang tegas dianggap “kejam”, maka jangan salahkan jika kelak bangsa ini kehilangan generasi yang kesatria dan berani bertanggung jawab.

Sebagai penutup, peristiwa di SMAN 1 Cimarga adalah alarm keras bagi kita semua —orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Bahwa pendidikan tidak bisa dibangun hanya dengan fasilitas dan kurikulum. Tetapi juga dengan penghargaan terhadap guru, kepercayaan kepada kepala sekolah, menjunjung tinggi nilai moral, dan keberanian untuk membela yang benar.

Semoga ini menjadi peristiwa terakhir dari deretan perlakuan merendahkan marwah pendidik dan kepala sekolah. Dan semoga, media bisa lebih bijak dalam menyikapi dinamika di sekolah. dan dunia Pendidikan. Guru bukan malaikat yang tak pernah salah, tetapi mereka adalah pelita dalam gelapnya zaman. Yang berjuang demi kemajuan dan kejayaan bangsa, dengan segala dinamikanya. Yakinlah, bahwa apa pun yang dilakukan guru, selama untuk kebaikan anak-anak didik, adalah bentuk kasih sayang dan tanggung jawabnya yang luhur. (Dayat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *