Surat Perolehan Tanah Aslinya 3,1 ha Bukit Kerangan Ada di BPN, Salinannya Dicap Sesuai Asli Oleh PN Labuan Bajo 2012

Berita Daerah26 Dilihat

DetikSR.id Labuan Bajo – Sidang lanjutan gugatan perdata 2 dari 7 pemilik lahan Golo Kerangan 3,1 hektare digelar Selasa 7 Oktober 2025 di Pengadilan Negri (PN) Labuan Bajo. Dimana memasuki tahap penunjukkan dokumen bukti dalam perkara Perdata No.32 dan 33/Pdt.G/2025/PN.Lbj yang dimulai Jam 16.00 s/d 16.30 WITA.

Penggugat diwakili PH-nya dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 & Partners yang diketuai oleh Irjen Pol (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si, Dr (c) Indra Triantoro, S.H, M.H., Indah Wahyuni, S.H., Ni Made Widiastanti, S.H., dan Jon Kadis, S.H.

Sedangkan Tergugat Rosyiana Yulti Mantuh dan Albertus Alviano Ganti, Santosa Kadiman, dan Turut
Tergugat Haji Ramang Ishaka & Muhamad Syair diwakili PH-nya masing-masing. Selabjutnya pihak Hotel St Regis (Tergugat IV), turut tergugat lainnya yaitu BPN Labuan Bajo dan Notaris Yohanes Billy Ginta tidak hadir.

Jon Kadis, S.H, wakil Tim PH Penggugat Mustarang dan Abdul Haji mengatakan, hanya penggugat saja yang membawa dokumen bukti, yang terdiri dari copy surat perolehan tanah yang disahkan sesuai asli dari PN Labuan Bajo, surat undangan sidang panitia A BPN saat proses SHM tanahnya pada 2012, surat pernyataan kedaulatan masyarakat adat Nggorang 1 Maret 2013.

“Sedangkan Tergugat, hadir sidang tapi tak membawa satupun dokumen kepemilikan tanahnya,” kata Jon Kadis dalam keterangan persnya, usai sidang Selasa (7/10/2025) di PN Labuan Bajo.

Menurut Jon sapaa akrab nya, bukti surat perolehan Penggugat, aslinya ada di BPN saat pengajuan sertifikat 2012. Pada sidang ini yang dicocokkan adalah copy yang ada cap basah ‘sesuai asli dari Pengadilan’. Kata dia, berarti Majelis Hakim PN Labuan Bajo sudah lihat aslinya.

“Supaya Tergugat melihat aslinya, maka Majelis Hakim diminta agar BPN Labuan Bajo (red-Turut Tergugat dalam perkara ini) memperlihatkan aslinya pada sidang berikutnya 14 Oktober 2025,” tandas Jon Kadis.

Sebagaimana informasi sebelumnya, bahwa tanah 3,1 ha di Golo Kerangan Labuan Bajo milik 7 orang warga lokal tiba-tiba dikuasai Santosa Kadiman dkk. Pasca peletakan batu pertama pembangunan hotel St Regis Labuan Bajo, April 2022.

Dimana Langsung bangun basecamp, gusur tanah dengan excavator, memagarinya, dan dipasang spanduk bertuliskan, tanah ini milik ahli waris Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebu, perolehan tanah adat 21 Oktober 1991.

Dr (c) Indra Triantono, SH, MH salah satu anggota tim PH Penggugat menyebutkan, dalam eksepsi Tergugat maupun duplik dari Kadiman, malah dasar penguasaan 3,1 ha itu berdasarkan apa yang dia sebut bagian dari tanah 40 hektare dari PPJB (Perjanjian Perikatan Jual Beli) Januari 2014.

“Dari Yulti Mantuh dan Alviano (Tergugat I dan II – keluarga Nikolaus Naput) berdasarkan surat 21
Oktober 1991. Dan dari Ramang Ishaka, bilang, tanah surat 21/10/1991 yang menyatakan memang milik Nikolaus Naput dan Beatrix Seran,” jelas Indra sapaan akrabnya.

Menurut Indra, dalam dokumen bukti itu semua sudah dipatahkan dalam perkara 11 ha ahli waris Ibrahim Hanta (red-tanah tetangga 3,1 ha tsb), sesuai putusan majelis hakim perkara perdata no.1/2024. Tanah seluas 40 ha PPJB itu fiktif, dimana dalam putusan hakim sebut PPJB itu tidak sah karena tak ada tanahnya.

“Ditambah pula dari laporan hasil pemeriksaan intelijen Kejagung Agustus dan September 2024. Dan tanah 21 Oktober 1991 itu sudah dibatalkan fungsionaris adat pada tahun 1998,” ujar Indra.

Seorang Tokoh Masyarakat Labuan Bajo, Fery Adu, menjelaskan, dalam pemeriksaan perkara 30 ha tanah Pemda di Pengadilan Tipikor Kupang 2021. Haji Ramang saksi kunci berikan keterangan dibawah sumpah, bahwa di kawasan itu tidak ada lagi tanah Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebu, karena sudah dibatalkan fungsionaris adat, Ishaka (alm.ayahnya).

“Lah, kalau sekarang Ramang berkata bahwa tanah Nikolaus Naput dan istrinya masih ada, maka kesaksian dulu itu disebut saksi benar atau dusta?,” tanya Fery Adu.

Menurut Ni Made Widiastanti, S.H., salah satu anggota tim PH Penggugat mengatakan, apa yang terjadi di Labuan Bajo, tak luput dari pandangan kami dari Bali. Kata dia, sungguh gembira melihat warga sebangsa di Labuan Bajo mengalami perubahan, dan dimungkinkan akan lebih maju dari Bali di kemudian hari.

“Semoga hakim teguh pro justitia,” ucap Ni Made sapaan akrabnya.

Selanjutnya, Indah Wahyuni, S.H., salah satu anggota tim hukum Penggugat menambahkan, secara obyektif, fakta-fakta dari perkara yang sudah ada sebelumnya tidak sulit bagi hakim untuk memutuskan perkara ini. Diharapkan hakim membuka mata lebar-lebar, dan pasang kuping supaya mendengar jeritan ketidakadilan pada masyarakat.

“Ingat, hakim itu tidak memihak salah satu pihak, tetapi ia berpihak pada keadilan, pro justitia,” tambah Indah biasa disapa. (*/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *