Kiprah Daiyah Pertama di Pedalaman, Ustadzah Ila Beri Warna Baru di Tanasumpu

Berita23 Dilihat

DetikSR.id Morowali Sulteng – Jauh dari riuh kota, di tengah perbukitan hijau dan jalan berbatu yang kerap menjatuhkan pengendara motor, dua daiyah muda tetap menyalakan cahaya ilmu dan iman bagi masyarakat pedalaman. Mereka adalah Ustadzah Ila Junia dan Ustadzah Nurul Izzah, dai pengabdian Dewan Dakwah yang telah setahun membersamai masyarakat Desa Tanasumpu dan desa-desa pedalaman di Kecamatan Mamosalato, Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Tiba di lokasi pengabdian pada September 2024, Ustadzah Ila mendapati jalanan masih berupa tanah, listrik dan jaringan sering terputus, bahkan sumber air terbatas saat musim hujan. Namun, semangat masyarakat menyambut kedatangan mereka menghapus segala lelah.

“Alhamdulillah, masyarakat sangat menerima, bahkan sering mengundang saya untuk mengisi kajian di rumah mereka,” tutur Ustadzah Ila, Jumat (31/10/2025).

Di Tanasumpu berdiri SMP IT Al Muhajirin Dewan Dakwah, sekolah lanjutan bagi anak-anak pedalaman dari Ngoyo dan Uemalingku setelah mereka tamat SD. Bangunannya masih sederhana, sementara asrama putrinya masih menempati rumah sewa. Kedatangan kedua daiyah ini menjadi “nyawa baru” karena sebelumnya belum ada sistem pembinaan yang terstruktur.

Menyalakan Lentera Ilmu untuk Anak Pedalaman

Setiap Rabu dan Kamis pagi, Ustadzah Ila mengajar Bahasa Indonesia di SMP IT Al Muhajirin. Tantangan terbesarnya bukan pada materi, melainkan kemampuan bahasa para santri yang masih terbiasa menggunakan bahasa ibu mereka, Bahasa Tau Ta’a.

“Bukan hanya agar mereka paham isi pelajaran, tapi juga supaya lancar membaca,” ungkapnya.

Selain pelajaran umum, Ustadzah Ila juga berupaya menumbuhkan mental keberanian anak-anak pedalaman yang cenderung pemalu dan takut tampil. Prosesnya panjang tampil di depan kelas harus dipaksa, namun perlahan mereka mulai berani berbicara dan percaya diri.

Setiap sore, dari Senin hingga Sabtu, ia bersama rekannya mengajar di TPA Dewan Dakwah. Dari awalnya hanya 10 santri, kini berkembang menjadi 30 anak. Mereka yang semula belum mampu dan terbata-bata melafalkan bacaan salat, kini perlahan lancar menghafal dan mempraktikkannya.

Salah satu program baru yang dibawa Ustadzah Ila dan Ustadzah Izzah adalah kegiatan Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa), pengalaman pertama bagi anak-anak pedalaman. Mereka menginap di masjid, mengikuti lomba hafalan, nobar islami, dan berbagai kegiatan pembinaan akhlak.

“Mereka sangat antusias, bahkan setelah dua hari selesai, anak-anak meminta diadakan lagi,” kenangnya.

Tak hanya untuk anak-anak, Ustadzah Ila juga membina majelis taklim ibu-ibu pedalaman di Dusun Poemboto. Dua kali seminggu ia menempuh perjalanan dua jam dengan motor melewati jalan curam, berbatu, dan licin yang tak jarang menjatuhkan mereka.

“Kami sering jatuh di jalan, tapi kebahagiaan ibu-ibu yang menanti membuat semua terasa ringan,” ujarnya.

Hasilnya mulai terlihat. Ibu-ibu yang dulu masih memegang kepercayaan lama kini mulai memahami tauhid dan meninggalkan kebiasaan syirik. Mereka pun kini membutuhkan bahan bacaan serta buku-buku dakwah untuk memperdalam akidah.

Kondisi listrik, jaringan, dan air yang kerap terputus tak menyurutkan langkah dua daiyah muda ini. Dari rumah sewa sederhana di Tanasumpu, Ustadzah Ila Junia membuktikan bahwa dakwah bukan hanya soal ceramah, tetapi juga tentang membangun dan membentuk peradaban. Ervinna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *