PERTENTANGAN UU MINERBA DENGAN UUD,45

Berita165 Dilihat

Oleh YUS DHARMAN,SH.,MM.,M.Kn
ADVOKAT/KETUA DEWAS FAPRI ( Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia)

DetikSR.id Jakarta 20 Juni 2025 – Pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat dari lima perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat. Merupakan keputusan yang tepat, harus nya IUP kelima perusahaan tersebut yang dicabut bukan empat saja, agar tidak terkesan ada diskriminasi.
Karena IUP perusahaan tambang nikel di lima pulau kecil, termasuk Gag, Kawe, Manuran, Manyaifun, dan Batang Pele, melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/PWP3K.

Sering terjadi nya Pertentangan antara UU yang lebih rendah dengan UU yang lebih tinggi hirarki nya, merupakan sumber kekacauan di Negeri ini, khususnya Undang-Undang tentang Minerba dan pertambangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)

Harusnya yang demikian tidak perlu terjadi, jika Penyelenggara Negara mematuhi Hukum.
Terutama terkait prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

UU No. 3 Tahun 2020 perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009) ttg minerba dan pertambangan, yang isinya memberikan perpanjangan otomatis kepada Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
tidak melalui lelang menurut “Pasal 169A Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, merupakan perlakuan istimewa Pemerintah kepada korporasi besar mendapat hak eksklusif jangka panjang.
Yang ujung nya berpotensi mengurangi kontrol negara atas sumber daya alam, membuat Negara tidak sepenuhnya memegang kendali atas sumber daya alam.

Tidak sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD,45: yang menyatakan
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Lebih-lebih minimnya partisipasi masyarakat dalam proses perizinan dan pengawasan. Sehingga Perusahaan pertambangan se enak nya sendiri mengabaikan AMDAL sebagai instrumen penentu utama kelayakan proyek
dampaknya mengancam hak masyarakat untuk hidup sehat.

Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD,45 yang menitik beratkan pada Prinsip Kelestarian Lingkungan, bahwa ;
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat…”

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba dan pertambangan melemahkan Partisipasi Publik dan Transparansi serta meminggirkan peran masyarakat dalam pengawasan dan penyampaian keberatan terhadap proyek pertambangan yang dikelola korporasi di wilayah mereka, bertolak belakang dengan Pasal 28F UUD,45, bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi…”

Sentralisasi kekuasaan pertambangan oleh Pemerintah Pusat yang membatasi peran pemerintah daerah dalam menerbitkan izin Pertambangan , jelas tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah dan tidak memperhatikan kearifan lokal. bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD,45. bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa…”

Meskipun maksud dan tujuan revisi berulang-ulang UU Minerba untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya alam, Dan memberikan sweetener kepada para Investor untuk menanamkan uang nya di sektor pertambangan namun dirasakan belum tepat guna, karena beberapa ketentuan dalam pasal-pasal nya bertentangan dengan UUD 1945, terutama terkait:
Asas keadilan sosial dan kemakmuran rakyat (Pasal 33).
Hak atas lingkungan hidup yang sehat (Pasal 28H).
Hak masyarakat untuk berpartisipasi dan mendapatkan informasi (Pasal 28F).
Prinsip otonomi daerah (Pasal 18B).

Sangat logis jika memicu kritik dari masyarakat serta LSM Lingkungan seperti greenpeace karena dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam, Di tabrak nya prinsip dalam hirarki hukum
“lex superior derogat legi inferiori” yang berarti “undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan undang-undang yang lebih rendah”. sehingga peraturan yang lebih rendah harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Hal tersebut diatas sudah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang menyatakan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.(*/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *