Aceh Tengah Masih Berduka, 24 Jiwa Meninggal Dunia, Ribuan Unit Rumah Rusak berat, Harga BBM Melonjak Tajam

Berita Daerah38 Dilihat

DetikSR.id Aceh Tengah, 18 Desember 2025. Kondisi kemanusiaan di Kabupaten Aceh Tengah pascabencana banjir bandang dan tanah longsor telah mencapai titik nadir. Di saat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) secara resmi menyatakan ketidakmampuannya dan “menyerah” menangani skala kerusakan yang masif, kehadiran serta respons Pemerintah Pusat dinilai masih jauh dari harapan masyarakat yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati di tengah kepungan lumpur.

Krisis Energi: Antara Bencana dan Eksploitasi Penderitaan warga kian sempurna dengan meroketnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak masuk akal. Di wilayah yang terisolasi seperti Bener Meriah dan Aceh Tengah, harga BBM eceran dilaporkan menembus angka Rp30.000 hingga Rp80.000 per liter. Kelangkaan ini bukan sekadar masalah distribusi, melainkan kegagalan sistemik pemerintah dalam menjamin ketersediaan energi di masa darurat. Warga terpaksa berjalan kaki berjam-jam menembus jalur nasional yang hancur hanya untuk mendapatkan beberapa liter minyak demi menyambung hidup.

Menurut Kominfo Aceh Tengah Data Kerusakan yang Menggetarkan Hati Berdasarkan data laporan per 14 Desember 2025, dampak bencana ini sungguh mengerikan :

Korban Jiwa: 24 orang meninggal dunia dan 8 orang masih dinyatakan hilang.

Warga Terisolir: Sebanyak 54.975 jiwa di 7 kecamatan masih terjebak tanpa akses yang memadai.

Infrastruktur Lumpuh: 94 ruas jalan rusak, 69 jembatan putus, dan jaringan listrik serta telekomunikasi di banyak titik masih padam total.

Kerugian Properti: Lebih dari 4.121 unit rumah rusak dan ribuan hektar lahan pertanian warga hancur lebur.

Kritik untuk Pemerintah Pusat dan Stakeholder : Jangan Hanya Janji Sabar Meski Presiden sempat meninjau lokasi dan meminta warga untuk “sabar”, realita di lapangan menunjukkan bahwa kesabaran rakyat memiliki batas. Pemerintah Pusat didesak untuk segera menetapkan status Bencana Nasional agar pengerahan sumber daya tidak lagi setengah-setengah.

“Kami tidak butuh kata-kata sabar, kami butuh alat berat, kami butuh BBM dengan harga normal, dan kami butuh akses jalan segera dibuka,” ujar salah satu warga dalam aksi protes di kantor Bupati beberapa waktu lalu. Lambannya penetapan status bencana nasional dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap penderitaan warga Dataran Tinggi Gayo yang kini seolah dianaktirikan di negeri sendiri.
Ervinna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *