Deolipa Yumara Dan Linda Susanti Laporkan Dugaan Penyalahgunaan Wewenang KPK Senilai Rp700 Miliar ke Dewas

Berita49 Dilihat

DetikSR.id JAKARTA , Polemik terkait penyitaan aset senilai ratusan miliar rupiah kembali menyeruak ke publik setelah kuasa hukum Deolipa Yumara bersama kliennya, Linda Susanti, resmi mendatangi Kantor Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) pada Kamis, 4 November 2025. Keduanya tiba sekitar pukul 14.23 WIB di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, untuk menyerahkan laporan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum penyidik lembaga antirasuah tersebut.

Kedatangan mereka langsung menjadi perhatian besar para jurnalis yang telah memadati area lobi sejak siang. Linda Susanti tampak didampingi ketat oleh tim hukum, sementara Deolipa membawa setumpuk dokumen yang kemudian diserahkan sebagai bagian dari laporan resmi.

Dalam keterangannya, Deolipa Yumara menegaskan bahwa inti laporan mereka berkaitan dengan penyitaan berbagai aset yang disebut-sebut mencapai nilai kurang lebih Rp700 miliar.

Aset itu meliputi emas batangan, valuta asing dalam berbagai denominasi, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, euro, dan ringgit Malaysia, serta sejumlah sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan di berbagai wilayah Indonesia.

“Aset yang kami adukan ini bukan hasil kejahatan, bukan objek perkara, dan bukan pula barang bukti dari proses hukum apa pun. Ini harta pribadi Linda yang diperoleh secara sah sebagai warisan,” ujar Deolipa.

Menurutnya, penyitaan dilakukan tanpa kejelasan, tanpa penetapan tersangka, dan tanpa dasar hukum yang transparan. Ia menilai tindakan itu harus diuji oleh Dewas KPK agar tidak menimbulkan preseden buruk.

Linda Klaim Alami Tekanan: ‘Saya Diminta Bertemu Diam-diam dan Dipengaruhi’

Linda Susanti sendiri mengaku mengalami serangkaian tekanan yang membuatnya merasa proses hukum berjalan tidak semestinya. Ia menyebut ada oknum penyidik yang menawarinya pertemuan di luar kantor, meminta pencabutan kuasa hukum, hingga dugaan permintaan kompromi terkait aset yang disita.

“Dari tawaran 20 persen, lalu naik lagi. Tapi saya menolak semuanya. Kalau memang aset itu bukan barang haram dan bukan bagian dari perkara, mengapa saya harus menyerahkan sebagian?” ujar Linda.

Ia mengaku sempat merasa terintimidasi, bahkan saat sedang berada di luar negeri pada 2024–2025. Situasi itu mendorongnya untuk membawa persoalan ini ke forum pengawas internal.

“Saya hanya ingin keadilan. Saya tidak mencari sensasi. Kalau saya bisa ditekan seperti ini, bagaimana dengan warga biasa yang tidak punya akses bantuan hukum?”

Deolipa menyebut pihaknya telah menyerahkan sejumlah dokumen sebagai lampiran laporan, antara lain:

• Surat penerimaan barang bukti

• Berita acara penyitaan

• Surat pemanggilan pemeriksaan

• Salinan dokumen penyelidik dan penyidik

• Catatan proses pemblokiran rekening

Ia juga mengatakan bahwa tim hukum masih menyimpan rekaman percakapan dan video tertentu yang bisa diserahkan apabila Dewas KPK memerlukannya.

Laporan resmi ke Dewas KPK memuat beberapa dugaan pelanggaran etik, yaitu:

1. Penyalahgunaan wewenang oleh oknum penyidik

2. Penggelapan atau penyelewengan aset sitaan

3. Permintaan pertemuan di luar prosedur resmi

4. Upaya memengaruhi atau mengarahkan keterangan BAP

Pihak pelapor juga meminta Dewas untuk menelusuri kembali prosedur penyitaan, menilai legalitasnya, serta memastikan siapa oknum yang bertanggung jawab jika ditemukan pelanggaran etik atau pidana.

Linda menambahkan bahwa pemblokiran rekening pertama kali dilakukan pada 2024 di BCA Cabang Millenial, sementara penyitaan fisik terjadi pada 11 April 2025. Baginya, ketidaksinkronan dokumen dan tanggal memperlihatkan kejanggalan serius.

Dalam penjelasan tambahan, Linda menyatakan sumber dana berasal dari warisan kedua orang tuanya yang berdomisili di Australia. Ia mengaku memiliki dokumen legal berupa surat waris, bukti perpindahan dana internasional, serta laporan aset dari otoritas luar negeri.

“Saya punya semua dokumen. Tidak ada yang kami sembunyikan,” tegasnya.

Tak hanya ke Dewas KPK, Deolipa mengungkap bahwa laporan serupa juga telah dikirimkan ke:

• Bareskrim Polri

• Komisi III DPR RI

• Kejaksaan Agung

• Presiden Republik Indonesia

Alasan pelaporan lintas lembaga tersebut, menurut Deolipa, agar persoalan tidak berhenti pada satu institusi dan ada pengawasan dari banyak sisi.

“Ini menyangkut marwah lembaga penegak hukum. Kalau tidak diselesaikan cepat, bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap KPK,” ujarnya.

Di sisi lain, KPK melalui Juru Bicara Budi Prasetyo memberikan respons berbeda. Dalam keterangannya sebelumnya, Budi menyatakan bahwa berdasarkan berita acara penyitaan yang ada, KPK tidak menemukan daftar aset seperti yang diklaim Linda.

“Kami akan cek kembali secara menyeluruh karena berdasarkan dokumen resmi, tidak ada penyitaan dengan item seperti yang disebutkan. Kami juga akan meminta bukti pendukung dari pihak pemohon,” kata Budi.

Menurutnya, lembaga antirasuah sedang menyiapkan surat balasan resmi terkait permohonan pengembalian barang sitaan tersebut.

Permohonan itu sebelumnya telah diajukan Deolipa pada Oktober 2025, termasuk daftar aset berupa:

• 45 juta dolar Singapura bersegel

• 200 ribu dolar Singapura nonsegel

• 300 ribu dolar AS

• 120 ribu euro

• 50 ribu ringgit Malaysia

• 12 batang emas 1 kilogram

• Sertifikat tanah dan bangunan di NTT, Minahasa, hingga Ogan Ilir

Deolipa saat itu menegaskan seluruh aset memiliki dokumen sah dan bukan hasil tindak pidana.

Setelah laporan diserahkan, bagian pengaduan Dewas KPK mengonfirmasi bahwa berkas telah diterima untuk diproses lebih lanjut.

Tidak ada pernyataan resmi dari Dewas mengenai langkah yang akan diambil, namun sesuai prosedur, pengawasan internal akan melakukan penelaahan awal sebelum memutuskan apakah kasus layak masuk tahap pemeriksaan.

Sementara itu, Deolipa menyatakan pihaknya siap mengikuti seluruh proses dengan terbuka.

“Kami hanya ingin perkara ini selesai secara objektif, tanpa tekanan, tanpa negosiasi, dan tanpa permainan oknum. Kami percaya Dewas akan bekerja independen,” katanya. Ervinna

Sumber :
Erfan Pratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *